Objek pengkajian filsafat hukum
Bambang
Sutiyoso, SH. M.Hum.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena
filsafat hukum merupakan bagian khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti
filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non
hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan
kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai
suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik
dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari
filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai
filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan
dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat
hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik
antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan.
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu
filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara
filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji
secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Pertanyaan
tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum
juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi
jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn , hal
tersebut tidak lain karena ilmu hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu
hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh
pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan
masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejala-gejala hukum, luput
dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk dunia
kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum
bukan dunia penyelelidikan ilmu hukum.
Hakikat
hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai
saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel Kant, para ahli
hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang
hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut
mana mereka melihatnya.
Ahli hukum Belanda J. van Kan , mendefinisikan
hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang
melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam mayarakat. Pendapat tersebut
mirip dengan definisi dari Rudolf von Ihering, yang menyatakan bahwa hukum
bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam
suatu negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma
bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum
Indonesia, Wiryono Prodjodikoro , yang menyatakan hukum adalah rangkaian
peraturan mengenai tingkah lau orang-orangsebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan
satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan
tata tertib dalam masyarakat itu. Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa
hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulisyang
biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta
antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi
tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan
betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dengan menyebutkan sembilan arti
hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan sebagai : (1) ilmu pengetahuan, yakni
pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran; (2) disiplin,
yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi ; (3)
norma, yakni pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas
atau diharapkan; (4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma
hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk
tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer) ; (6) keputusan
penguasa, yakni hasil proses diskresi ; (7) proses pemerintahan, yaitu proses
hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap
tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang
dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian; (9) jalinan
nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang
dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian, apabila kita ingin
mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat merumuskannya dalam
suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum
di atas.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka
masalah atau pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain
berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan
hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan
hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi
manusia, keadilan dan etika profesi hukum.
Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga
pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu : (1) adakah pengertian
hukum yang berlaku umum ; (2) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum ; dan (3)
adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi
masalah filsafat hukum, antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2)
hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara
berhak menghukum seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah
pertanggungjawaban ; (6) masalah hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan
masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Apabila kita perbandingkan antara apa yang
dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi tersebut, tampak bahwa masalah-masalah
yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat hukum terus bertambah dan
berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin
banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunian filsafat hukum.
makasi pak sangatt membantuu
BalasHapuspak sy ingin bertanya sedikit mengenai bukti konkret bahwa tidak ada ilmu hukum yang ada hanyalah pengetahuan hukum dan sebaliknya? mksh pak
BalasHapusADA YANG TAU OBYEK KAJIAN ILMU HUKUM
BalasHapus